Social Profiles

Jumat, 07 Desember 2012

Sexklopedia: Wow, Tangisan Bayi Bisa Picu Lonjakan Hormon Seks Pria



Ketika sudah memiliki keturunan, banyak pasangan suami istri yang enggan bercinta karena takut terganggu, misalnya dengan suara tangisan sang bayi ketika terbangun di malam hari. Tapi sebuah studi baru dari AS menemukan bahwa tangisan bayi terkadang membuat hormon seks pria yaitu testosterone meningkat tajam.

"Ternyata hormon dan perilaku itu saling berkaitan dengan cara yang dinamis sekaligus kompleks, bahkan lebih kompleks dari yang kita bayangkan selama ini," ujar peneliti Sari van Anders dari University of Michigan.

Menurut Anders, hormon dapat berubah sesuai dengan perilaku dan persepsi seseorang. Bahkan situasi yang sama dapat menyebabkan pola respons hormonal yang berbeda, tergantung pada bagaimana orang yang bersangkutan berperilaku atau mempersepsikan situasi tertentu.

Seperti halnya sejumlah studi lain, baik yang melibatkan manusia ataupun hewan, mengungkapkan bahwa mengasuh anak menurunkan kadar testosterone pada pria. Sebaliknya ada juga studi yang menemukan suara bayi menangis dapat meningkatkan kadar testosterone.

Untuk memastikan temuannya, peneliti melakukan eksperimen dengan menggunakan boneka bayi yang bisa membuat berbagai suara, termasuk menangis keras-keras. Satu-satunya cara untuk mendiamkannya adalah dengan mengusap kalung sensor khusus yang ada pada boneka lalu menimang dan menenangkannya seperti halnya yang dilakukan pada bayi betulan.

Kemudian peneliti meminta 55 pria yang rata-rata masih mahasiswa untuk mencoba menenangkan boneka bayi itu. Sebelumnya, partisipan diminta memberikan sampel air liur untuk mengukur kadar testosterone-nya serta menjawab sejumlah pertanyaan tentang kondisi mood mereka.

Partisipan dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama hanya diminta duduk tenang sambil membolak-balik sebuah buku tentang fotografi sebelum akhirnya memberikan sampel air liur kedua mereka dan pulang. Partisipan inilah yang digolongkan ke dalam kelompok kontrol (control group).

Tiga kelompok lainnya diminta menghadapi 'bayi' yang marah dan diprogram untuk menangis dengan intensitas yang akan terus meningkat selama 8 menit. 

Ada kelompok yang diberi sensor dan diminta untuk menenangkan si 'bayi'. Ada juga yang diminta menenangkan si 'bayi' tapi tidak diberi sensor sehingga segala upaya yang mereka lakukan dipastikan akan gagal. Sedangkan kelompok ketiga hanya dapat mendengar rekaman suara tangisan bayi dan tidak berpeluang untuk menghentikannya.

"Meski hanya boneka, nyatanya 'bayi' itu bertingkah sangat realistis, tapi yang lebih unik lagi para partisipan benar-benar ingin membantu menenangkan si 'bayi'. Mungkin Anda takkan percaya jika tak melihatnya sendiri," tandas van Anders.

Setelah berupaya menenangkan si 'bayi', sampel air liur kedua partisipan pun diambil sehingga peneliti dapat mengukur perubahan kadar testosterone-nya ketika melakukan percobaan itu.

Hasilnya sesuai dengan dugaan van Anders bahwa situasi yang berbeda akan memberikan efek hormonal yang berbeda juga. Pria yang gagal menenangkan si 'bayi' tak menunjukkan perubahan testosterone sama sekali, tapi pria yang berhasil menenangkan si 'bayi' dilaporkan mengalami penurunan testosterone sebanyak 10 persen.

Sebaliknya, kelompok ketiga yang hanya bisa mendengar tangisan si 'bayi' dan tak bisa merespons apapun justru memperlihatkan peningkatan testosterone sebesar 20 persen.

"Mendengar bayi yang makin lama menangis makin kencang hingga menjerit-jerit tanpa mampu menyediakan respons pengasuhan dapat menimbulkan respons bahaya atau respons fisiologi darurat pada pria untuk memberikan perlindungan terhadap si bayi," terangnya seperti dilansir mid-day, Senin (3/12/2012).

Studi ini akan dipublikasikan dalam jurnal Hormones and Behavior.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.